Senin, 24 Oktober 2011

revitalisasi kesenian

REVITALISASI KESENIAN BANYUMASAN
SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA
Oleh : Drs. DRAJAT NURANGKOSO

A. PENGANTAR
Kesenian Banyumas-an atau yang lebih dikenal familier diucapkan dengan mBanyumasan merupakan produk budaya masyarakat yang tersebar di wilayah kabupaten Kebumen, cilacap, Banyumas, Purbalingga, dan Banjarnegara. Banyumasan merupakan sebutan bagi kultur masyarakat yang mendiami wilayah di eks karesidenan Banyumas ditambah dengan kabupaten Kebumen, Banyumasan adalah wilayah kultural untuk membedakan dengan Banyumas sebagai wilayah teritorial kabupaten Banyumas.

Kultur Banyumasan sebagai sub kultur jawa tidak hanya ditandai oleh dialek bahasa komunikasi sehari-hari yang masuh “kuat“ mempertahankan kesamaan bunyi vokal A tanpa diganti/dibaca menjadi O, masyarakatnya terkenal “cablaka“ atau “blaka suta“, terbuka dan apa adanya, serta masyarakat egaliter akan tetapi ditandai pula oleh tali ikatan kultural yang kuat, mempunyai jenis dan bentuk kesenian yang hampir sama. Kesamaan jenis dan bentuk kesenian yang tersebar di 5 ( lima ) kabupaten pendukung kultur Banyumasan menjadi pengikat tali rasa dan persaudaraan yang kuat. Ebeg, wayang kulit, wayang golek, kethoprak,sintren, lengger, calung, rudad, simoi, dan masih banyak lagi jenis lainnya

Jenis dan bentuk kesenian Banyumasan menjadi kekayaan tradisi kultural yang menjadi kebanggaan dan jati diri masyarakat Banyumasan. Kita menyadari sepenuhnya bila seni tradisi lambat laun akan berganti bentuk, memudar bahkan tenggelam kemudian muncul keseninan baru dengan tata nilai yang baru berkembang sangat cepat akibat masuknya pengaruh dari luar di berbagai bidang. Nilai-nilai dan fungsi kesenian tradisional memudar dan aus, filosofi tak termaknai akibat kesenjangan komunikasi artistik yang terbangun mengakibatkan jati diri kesenian Banyumasan kehilangan bentuk, kehilangan nilai fungsional bahkan filosofinya tak termaknai karena ketidak mampuan menginternalisasi pengaruh dari luar.

Seni adalah salah satu fitroh manusia yang dianugerahkan oleh Allah Tuhan Yang Maha Indah yang harus dipelihara untuk melengkapkan manusia pada harkat kemanusiaannya. Berkesenian merupakan suatu pertanda bahwa manusia adalah makhluk yang berakal budi. Kesenian tradisional yang berkembang di wilayah kultural Banyumas (seni Mbanyumasan) terlahir sebagai anak kebudayaan masyarakat dengan fungsi sakral maupun propan sesuai nilai-nilai sosial dan religius dalam masyarakat harus dipandang sebagai asset kekayaan agar dijaga kelestariannya.

Upaya revitalisasi kesenian Banyumasan didasarkan pada tujuan untuk mengembalikan jati diri dan martabat masyarakat kultural Banyumas yang pernah dicapai pada masa lalu untuk kembali menjadi masyarakat yang jauh dari kegamangan berkesenian mBanyumasan, bangga dan tidak minder dengan dialek bahasa yang dimilikinya dengan cara emelihara warisan budaya Banyumasan (Banyumas heritage) dan menjaga keragaman jenis kesenian dengan mendorong akulturasi budaya secara selektif dengan tetap menjaga tata nilai dan identitas Banyumasan.
Revitalisasi kesenian Banyumasan menjadi tanggung jawab bersama antara masyarakat, pelaku kesenian dan pemegang kebijakan dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata serta Dewan Kesenian Daerah yang berada di masing masing kabupaten yang berada di wilayah kultural Banyumas.

B. PERMASALAHAN
Kesenian adalah anak dari kebudayaan suatu masyarakat yang tumbuh dan berkembang mengiringi peradabannya. Dalam budaya memiliki 3 (tiga) wujud yang merupakan satu kesatuan yang integral berupa nilai-nilai atao filosofi budaya, proses atau aktivitas budaya dan produk budaya. Oleh karena itu dalam membicarakan masalah kesenian telaah yang kita gunakan juga melihat dari 3 (tiga) wujud tersebut yaitu bagaimana nilai-nilai atau filosofi suatu bentuk dan jenis kesenian , bagaimana proses atau aktivitas dalam berkesenian, dan seperti apa, untuk apa serta bagaimana produk kesenian tersebut dalam kehidupan masyarakat pendukungnya. Keselarasan nilai, proses, dan produk kesenian rakyat dapat menjadi bagian peradaban.

Kesenian Banyumasan sebagai salah satu bentuk budaya Banyumasan merupakan suatu jalinan yang tidak terpisahkan dengan unsur-unsur yang lain yaitu kepercayaan, tata sosial, tata ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, pranata keagamaaan, dan bahasa. Kesenian Banyumasan adalah merupakan segi-segi keindahan dari produk budaya Banyumasan. Sebagai segi-segi keindahan dari produk budaya kesenian Banyumasan menjadi penting untuk diperbincangkan karena menjadi kekayaan budaya bangsa dengan berbagai bentuk dan jenisnya. Letak kultural kesenian Banyumas dibatasi oleh budaya Sunda, budaya Pesisiran, dan budaya Keraton (Solo dan Yogyakarta) menumbuhkan berbagai jenis kesenian yang dapat menjadi entitas kebudayaan Banyumasan.

Setiap jenis kesenian yang tumbuh dan berkembang di wilayah kultural Banyumas di dalamnya terkandung nilai-nilai atao filosofi yang luhur yang secara tradisi diwariskan dari generasi ke generasi, dalam konteks ini kesenian Banyumasan merupakan warisan turun temurun yang perlu dijaga kelestariannya sebagai internalisasi kesenian yang datang dari luar dengan demikian kesenian Banyumasan dapat difungsikan sebagai tameng dan filter kesenian dari luar yang tidak terelakan datangnya.

Secara global kesenian Banyumasan dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga) yaitu seni rupa, seni sastra dan seni pertunjukan. Seni pertunjukan menjadi bagian yang sangat dekat dengan tata nilai dan kehidupan masyarakat, tumbuh dan berkembang menjadi entitas kultur Banyumasan, menjadi kesenian tradisional yang menyatukan wilayah rasa estetika di 5 ( lima ) kabupaten di Jawa Tengah yang menggunakan dialek bahasa Jawa yang sama. Jenis kesenian yang tumbuh dan berkembang di masyarakat Banyumasan antara lain : jepin, embeg ( kuda kepang ), wayang kulit, wayang golek, lengger, calung, reog, enggreng, aplang, angguk, tari topeng, ketoprak, slawatan, rodad, cowongan, dagelan, daeng, dalang jemblung. Seni pertunjukan rakyat tersebut menjadi sarana hiburan masyarakat yang dibanggakan. Jenis kesenian yang tumbuh dalam masyarakat menjadi kekayaan kultural yang membedakan dengan jenis kesenian daerah lain. Kesenian tardisional telah menjadi kebanggaan dan memperkuat jati diri masyarakat Banyumasan.

Dalam hal produk seni rupa baik berupa seni rupa murni maupun terapan, produk kesenian “mBayumasan“ berupa lukisan dan barang kerajinan memiliki ciri khas yang spesifik. Lukisan Sokaraja pernah menjadi kebanggaan masyarakat walao sekarang entah dimana posisinya, kerajinan keramik di Klampok Banjarnegara dengan ciri khususnya yang berbeda dengan produk keramik dari daerah lain di Indonesia pernah mengalami masa kejayaannya, batik sokaraja (Banyumasan) dan Gumelem Banjarnegara dengan ciri khasnya yang kuat menjadi penanda produk kesenian Banyumasan.

Kesenian memiliki peran vital sebagai entitas kebudayaan, pertanyaannya adalah bagaimana revitalisasi kesenian Banyumasan dilaksanakan sebagai upaya penggalian, pelestarian, dan pengembangan kesenian sebagai entitas kebudayan Banyumasan.

C. PEMBAHASAN
Revitalisasi kesenian Banyumasan pada intinya adalah suatu keinginan untuk meraih kembali kejayaan dan martabat budaya Banyumasan yang terkenal “cablaka“ karena terlahir dari masyarakat yang egaliter, merdeka dan penuh kemandirian (percaya diri) dengan menggali nilai-nilai atao filosofi bentuk dan jenis kesenian yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat kultur Banyumas serta melestarikan dan mengembangkan produk kesenian dengan mendorong aktivitas dalam berkesenian.

Dalam upaya revitalisasi perlu diperhatikan kondisi kesenian Banyumasan saat ini dari tinjauan persepsi masyarakat terhadap nilai dan fungsi kesenian dalam kehidupannya. Pandangan masyarakat yang bergeser dari funfsi seni sebagai aktualisasi diri bergeser disebabkan dari pendekatan sosio ekonomi sehingga pelaku seni tidak lagi memegang filosofi berkesenian adalah sebgai bagian dari ibadah muamalah tetapi semata-mata sebagai pemenuhan kebutuhan ekonomi seperti halnya dalam pola pengembangan kesenian dalam wilayah ekonomi kreatif.

Proses berkeseian terimbas oleh tatanan budaya Indonesia dimana keluhuran nilai-nilai budaya bangsa di masa lalu belum tercermin dalam tatanan sosial maupun ekonomi sehingga menghasilkan budaya yang “kosong” tak berisi sehingga menghasilkan kesenian yang “gamang” yang tidak mempunyai identitas yang jelas (jati diri) hal ini disebabkan oleh adanya produk kesenian asing yang menindih dengan penetrasi yang begitu kuat dibantu oleh media masa yang berorientasi pasar dengan gencar mempromosikan nilai-nilai dan produk budaya asing.

Strategi revitalisasi kesenian terintegrasi dalam strategi revitalisasi budaya. Sudah saatnya “Mengembalikan” fungsi sekolah sebagai pusat kebudayaan dengan mengembalikan peran dinas pendidikan dalam upaya “Pembudayaan” manusia Indonesia. Adalah suatu kemunduran ketika secara kelembagaan Dinas Pendidikan tidak lagi menangani masalah kebudayaan. Pendidikan telah tersandera oleh “Berhala ujian nasional” sehingga pelajaran seni budaya yang semestinya mengajarkan nilai-nilai atau filosofi serta segi-segi keindahan produk suatu budaya masyarakat berjarak sangat renggang dengan generasi pewarisnya. Dunia pendidikan harus terlepas dari sandera agar segi-segi keindahan budaya masyarakat dapat dioptimalkan dalam pembentukan karakter generasi penerus. Kurikulum pendidikan seni dan budaya harus diimplementasikan dengan sebaik-baiknya.

Peran kelembagaan urusan kesenian ditangani oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata akan tetapi belum bersinergi dengan Dewan Kesenian Daerah yang dibentuk di masing-masing kabupaten. Dewan Kesenian Daerah sebagai lembaga non kedinasan dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai penggali, pengembang dan pelestari kesenian daerah serta membantu Bupati dalam menentukan arah kebijakan pembanguan kesenian belum didayagunakan dengan sungguh-sungguh.

Dewan Kesenian berkesan “diadaadakan dan dijadijadikan” bukan “ada dan menjadi”. Penentu kebijakan dalam hal ini pemerintah daerah perlu memberi rangsangan berupa tawaran berbagai alternatif untuk dipilih warga masyarakat dalam menanggapi lingkungan serta tantangan keadaan yang dihadapi sehingga akhirnya dapat mengembangkan cara-cara yang efektif dalam upaya menyesuaikan diri secara aktif dengan lingkungan dan melembaga sebagai budaya yang memiliki ciri khas yang dapat dibanggakan.
Diperlukan reposisi dan redifinisi Dewan Kesenian Daerah agar terlihat jelas, selama ini keberadaan Dewan Kesenian Daerah terlihat samar-samar hal ini dimungkinkan karena berpijak di dua sisi. Satu sisi Dewan Kesenian Daerah berkedudukan sebagai lembaga non kedinasan, di satu sisi berpijak sebagai organisasi tempat bernaungnya lembaga-lembaga kesenian yang ada di daerah. Posisi yang demikian memungkinkan menjadikan Dewan Kesenian tidak dapat terlihat jelas di mata penentu keputusan dalam pengangaran di APBD. Upaya revitalisasi kesenian harus didukung dengan kesungguhan penentu kebijakan pembangunan bidang kesenian bersinergi antara lembaga kedinasan maupun non kedinasan bersama kelompok-kelompok kesenian yang ada di wilayah kultural Banyumasan.
Dalam menjaga eksistensi kesenian Banyumasan 5 (lima) kabupaten yang berada dalam wilayah kultural Banyumasan perlu membentuk jaringan kesenian untuk menggalang seluruh potensi kesenian yang ada di wilayah tersebut. dengan adanya jaringan kesenian maka komunikasi artistik terus menerus akan terbangun antara pelaku seni dengan penikmat seni, merapatkan agenda pementasan seni sebagai upaya lebih menguatkan kedudukan kesenian sebagai bagian kehidupan masyarakat mengimbangi derasnya kesenian asing yang masuk dengan demikian maka posisi strategis kesenian Banyumasan yang sangat vital sebagai segi-segi keindahan budaya Banyumasan dengan tata nilai dan filosofinya dapat terus terjaga sebagai jati diri orang Banyumasan.
Revitalisasi kesenian dalam perikehidupan masyarakat adalah upaya awal dalam rangka mewujudkan kembali (restorasi) identitas mBanyumasan yang pernah menjadi kekuatan karakter kesenian dalam budaya Nusantara merupakan tugas dan tanggung jawab bersama antara masyarakat, pelaku kesenian dan pemerintah di 5 (lima) wilayah kabupaten yang mewarisi kultur Banyumasan. Ke 5 (lima) kabupaten tersebut membentuk sebuah forum kesenian Banyumasan yang berfungsi sebagai lembaga konservasi pembuat database kesenian Banyumasan, menginventarisasi nilai-nilai atau filosofi kesenian untuk dibukukan sebagai bahan apresiasi masyarakat melalui tulisan dan bersama-sama membangun infrastruktur untuk kegiatan pementasan kesenian guna memperkuat jalinan dialogis antara pelaku seni dengan masyarakat.
D. KESIMPULAN
Seiring perkembangan jaman telah terjadi pergeseran pola penjajahan atas bangsa dari penguasaan wilayah ke penguasaan perdagangan dan kemudian ke penguasaan pola pikir (mindset). Demikian juga yang terjadi pada wilayah kultural Banyumasan. Untuk meningkatkan ketahanan budaya diperlukan revitalisasi kesenian sebagai upaya meraih kembali kejayaan kesenian masa lalu yang telah mampu menjadi bagian vital dalam sendi-sendi kehIdupan masyarakat, menjadi entitas kabudayaan yang sekaligus menjadi jati diri pembentuk karakter masyarakat “ cablaka” yang egaliter.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sebagai pemangku kebijakan pembangunan kesenian belum bersinergi dengan Dewan Kesenian Daerah sehingga tidak ada jaringan kordinatif, berbagai kegiatan kesenian masih dilakukan sendiri-sendiri mengakibatkan belum dapat menghasilkan suatu sinergi untuk menggali, mengembangkan dan melestarikan kesenian Banyumasan sebagai upaya revitalisasi kesenian dalam mempertahankan entitas budaya Banyumasan. Oleh karena itu perlu dilakuakn reposisi dan redefinisi Dewan Kesenian Daerah dalam rangka wewujudkan kembali(restorasi) kesenian Banyumasan sebagai identitas budaya.

Perlu disusun rancangan agenda kesenian bersama untuk menangani berbagai permasalahan kesenian terutama masalah pelestarian jenis kesenian yang terancam akan kepunahannya. Ke 5 (lima) kabupaten yang mewarisi budaya Banyumasan secara bersama-sama membuat suatu forum kesenian Banyumasan dengan melakukan upaya-upaya yang kongkrit dalam usaha mempertahankan kesenian Banyumasan sebagai bagian dari peradaban kultur Banyumasan.

E. REKOMENDASI
1. Pemerintah pada dasarnya berkewajiban membangun infrastruktur berupa sanggar kesenian Banyumasan untuk pengembangan kegiatan kesenian, pusat database bentuk dan jenis kesenian Banyumasan yang tersebar di Kabupaten Kebumen, Cilacap, Banyumas, Purbalingga, dan Banjarnegara.
2. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata bersama Dewan Kesenian di 5 (lima) wilayah cultural Banyumasan perlu mengadakan program kegiatan bersama dalam bentuk Festifal Kesenian Banyumasan dengan sistim bergiliran.
3. Mengoptimalkan peran Lembaga Penyiaran Publik sebagai infrastruktur kesenian dalam mendiseminasikan nilai-nilai atao filosofi budaya Banyumasan
4. Mendorong guru-guru Seni Budaya untuk secara aktif melakukan pendidikan apresiasi dan kreasi kesenian Banyumasan sesuai dengan kompetensi dasar dalam struktur kurikulum berbasis kompetensi.
5. Mendorong guru-guru Bahasa Jawa untuk mengajarkan bahasa Jawa sesuai kekayaan khasanah bahasa Jawa Banyumasan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar